Monday 7 May 2007

RINDU ITU PUN TERTEBUS

Ada seorang pemuda gagah yang turut berjihad bersama pasukan Islam. Selama perjalanan, pemuda itu tetap berpuasa di siang hari dan tidak lepas dari salat di malam hari. Bahkan dia juga melayani keperluan pasukan dan ikut berjaga-jaga bila semua tidur. Hingga sampailah pasukan itu sampai di perbatasan Romawi.

Menjelang pertempuran, pasukan Islam beristirehat di suatu tempat. Kerana letih pemuda itu tertidur. Namun tiba-tiba ia terjaga dan berseru, "Ah, alangkah rindunya aku pada Ainul Mardhiyah". Orang-orang yang mendengarnya kehairanan dan mengira pemuda itu menggigau.
"Siapakah Ainul Mardhiyah itu ?" tanya Abdul Wahid, seorang ulama pejuang, yang mengenal pemuda itu.

Pemuda itu kemudian berkata : Saya tertidur dan bermimpi bertemu seseorang. Orang itu berkata, "Pergilah kepada Ainul Mardhiyah". Lalu saya dibawa kesebuah taman yang dikelilingi sungai. Di tepi syurga itu banyak gadis-gadis yang lengkap perhiasannya. Dan ketika melihatku, tiba-tiba mereka berkata, "Itulah suami Ainul Mardhiyah".Saya memberi salam dan bertanya, "Adakah di antara kalian bernama Ainul Mardhiyah ?". Kami hanya pelayan-pelayannya. Kalau Tuan ingin bertemu, silakan jalan terus menyusuri sungai ini".

Akhirnya aku menyusuri sungai. Ternyata itu adalah sungai susu yang tidak berubah rasa dan warnanya. Hingga sampailah aku di tempat yang banyak berkerumun gadis-gadis cantik dan lengkap perhiasannya. " Inilah suami Ainul Mardhiyah", kata gadis-gadis itu berbisik-bisik.Tapi ketika aku bertanya yang mana Ainul Mardhiyah, aku mendapat jawaban yang sama.

Kali ini yang kutelusuri adalah sungai madu sampai ketemui lagi kerumunan gadis-gadis. Mereka ternyata lebih cantik hingga dapat melupakan kecantikan gadis-gadis sebelumnya. Lalu aku ditunjukkan sebuah khemah yang tersusun dari permata yang indah. Aku pun segera ke sana. Sungguh aku terkagum-kagum menyaksikan kecantikan gadis yang ada di kemah itu. Aku menyangka inilah Ainul Mardhiyah. Aku merasa sudah cukup puas bila gadis itu yang menjadi pendampingku. Tetapi lagi-lagi dugaanku salah.

Gadis itu malah memanggil seseorang yang ada di dalam kamar," Wahai Ainul Mardhiyah, inilah suamimu telah datang". Bergegas aku masuk ke kamar itu. Kulihat seorang gadis sedang duduk di atas tempat tidur emas, yang bertaburkan permata, berlian, dan yaqut. Aku hampir-hampir tidak dapat menahan diri."Marhaban wahai kekasihku, sudah hampir tiba kedatanganmu", kata gadis itu dengan senyum paling manis dan keteduhan matanya yang belum pernah kulihat. Sungguh, ingin sekali aku memeluknya."Sabar dulu, engkau belum sah menjadi suamiku. Sebab engkau masih hidup", kata Ainul Mardhiyah. "Tetapi insya Allah, engkau akan berbuka di sini".

Selesai menceritakan mimpinya, pemuda itu berlari menyongsong musuh. Sembilan orang tentera Romawi tewas di ujung pedangnya. Pada bilangan kesepuluh, dia tersenyum sepenuh bibirnya ketika syahid menjemputnya. Rindu itu pun tertebus.

Oase, Sabili no. 15, 10 Februari 1999

No comments: